Candi Sukuh Tak Lekang Oleh Waktu
Banyak
sekali peninggalan bersejarah di nusantara tercinta ini। Warisan
nusantara yang tidak pernah ada habisnya jika kita terus menelusuri dan
melestarikannya. Namun, sangat disayangkan, beberapa peninggalan sejarah
di Indonesia dewasa ini mulai terasing di negeri sendiri. Anak kawula
muda telah menemukan dunia baru hasil impor dari berbagai mancanegara
yang terbilang canggih. Ketertarikan eksplorasi jelajah negeri sendiri
pun mulai terabaikan dari agenda liburan atau pariwisata anak negeri.
Sungguh,
sangat disayangkan, karena dari pemuda dan pemudilah nusantara akan
selalau terjaga. Semoga jiwa cinta nusantara terus terpatri di dalam
jiwa kita ini dengan kuat. Selayaknya anak negeri yang mencintai negeri
sendiri dan menjaga warisan nusantara sebagai harta dan karunia yang
terindah. Semoga kita selalu senantiasa memperbaiki diri untuk mencintai
warisan nusantara dan terus berkarya yang terbaik. Aamiin
Jika
kita menyempatkan diri untuk berkunjung ke Dusun Sukuh, Desa Berjo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Untuk
menuju kesana, bisa dengan menggunakan Gonla
sebagai refensi hotel dan flight. Di sana terdapat peninggalan sejarah
yang sangat indah dengan suasana yang sangat asri. Udara sejuk dengan
kandungan oksigen yang sangat kaya akan kita dapatkan di tempat ini.
Bagaimana tidak, polusi udara tidak akan kita temukan, lingkungan yang
teduh dan sejuk masih terjaga dengan baik. Peninggalan sejarah berupa
kompleks candi Sukuh yang berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian
1.186 meter di atas permukaan laut. Secara astronomis terletak pada 07o37,38’85” LS dan 111o07,52’65”
BB. Kompleks candi Sukuh merupakan kompleks bangunan yang berteras,
mengingatkan bentuk bangunan punden berundak. Teras di kompleks tersebut
terdiri dari tiga teras atau halaman yang masing-masing dibatasi oleh
pagar. Halaman paling suci terdapat di teras ketiga atau paling
belakang, di mana terletak candi utama yang menghadap ke arah barat.
Ditilik
dari latar belakang sejarahnya, kompleks candi Sukuh merupakan candi
berlatar belakang agama Hindu, hal ini diketahui dari ditemukannya
lingga dalam bentuk naturalis berukuran besar di kompleks tersebut.
Berdasarkan prasasti yang terdapat pada bangunan, arca, dan relief, yang
berkisar antara tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi – 1378 Saka atau 1456
Masehi diperkirakan candi didirikan pada abad XV M.
Meskipun
berlatar belakang agama Hindu namun terlihat bahwa bentuk bangunannya
cenderung kembali pada masa prasejarah, terutama bentuk punden berundak.
Sobat tentunya masih ingat dengan pelajaran sejarah SMP kelas 1 tentang
manusia purba dan peninggalannya kan? Nah, sekarang adalah waktunya
untuk berkunjung ke tempat-tempat bersejarah itu. Semoga bisa me-refresh jiwa
dan raga kita untuk kembali berkarya atau setidaknya berkenalan dengan
nenek moyang kita melalui peninggalannya. Berdasarkan relief yang
terdapat di Kompleks Candi Sukuh yang menceritakan tentang Garudeya dan
Sudhamala, diperkirakan candi tersebut berhubungan dengan upacara
pelepasan atau ruwatan. Upacara pelepasan atau ruwatan berhubungan
dengan kepercayaan arwah leluhur yang tampak pada susunan bangunan dalam
bentuk teras berundak pada Masa Prasejarah.
Kompleks
Candi Sukuh ditemukan kembali dalam keadaan runtuh pada tahun 1815 oleh
Residen Surakarta, Johnson. Tahun 1842 Van der Vills mengadakan
penelitian terhadap sisa-sisa bangunan di Candi Sukuh, Hoepermans tahun
1864-1867 menulis tentang Sukuh. Wuah, semangat kita untuk mengunjungi
dan mempublikasikan candi sukuh ini jangan sampai kalah dengan para
pendahulu kita ya! Semoga saja dengan gaya bahasa kita yang khas dan
lebih atraktif mampu menarik para wisatawan baik lokal maupun
mancanegara untuk mengunjungi candi Sukuh. Tentunya sobat memiliki
kemampuan tersebut.
Kemampuan
untuk menulis atau pun menarik perhatian khalayak ramai untuk
mengunjungi candi Sukuh dengan gaya dan cara masing-masing.
Inventarisasi dilakukan oleh Knebel tahun 1910, dan beberapa literatur
yang memuat tentang Sukuh. Baru pada tahun 1917 dilakukan penanganan
oleh pemerintah RI, melalui Dinas Purbakala. Pemugaran dilakukan pada
tahun 1928 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.
beberapa kegiatan penelitian arkeologis juga dilakukan oleh para ahli
dari Indonesia seperti Ph. Soebroto, Riboet Darmosoetopo, J.
Padmopuspito, dll. Sedangkan penelitian secara geologis juga pernah
dilakukan oleh BSKB Borobudur. Wow, wow, jadi semangat kan untuk
senantiasa menjaga dan melestarikan warisan nusantara? Candi Sukuh ini dibagi dalam 3 Teras unik, yaitu:
Teras I
Pada
teras pertama ini disambut dengan arsitektur gapura berbentuk
trapesium yang memiliki relief berupa seseorang yang sedang dimakan
raksasa dan diperkirakan merupakan sengkalan yang berbunyi gapura buta
aban wong atau sama dengan tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi. Relief lain
berbunyi gapura butha anahut buntut atau 1359 Saka atau sama dengan
1437 Masehi. Pada bagian lantai pintu gerbang terdapat relief phallus
dan vagina yang dipahatkan secara naturalis. Candi Sukuh ini terkenal
dengan kevulgarannya. Mulai dari relief maupun suguhan cerita reliefnya.
Nah, terbukti kan dari teras pertama saja, kita sudah disuguhkan dengan
relief phallus dan vagina. Nah, kejutan selanjutnya pasti akan kalian
temui di teras berikutnya.
Tapi,
berlatar belakang sejarah dan ceritanya, relief-relief ini jangan hanya
dipandang sebagai relief candi yang vulgar ya. Karena, walau bagaimana
pun, tetap sarat makna. Kita bisa belajar tentang penciptaan manusia
dari candi Sukuh ini. Tentu, dalam versi nenek moyang kita pada zaman
prasejarah dulu. Temuan lepas pada halaman I berupa batu berbentuk umpak
dan beberapa relief seperti relief empat ekor sapi dan relief seorang
penunggang kuda dengan payung besar. Nah, relief empat ekor sapi inilah
yang menceritakan bagaimana proses penyempurnaan pembentukan sapi.
Tentunya, kalian penasaran kan, bagaimana bentuk awal seekor sapi
sebelum menjadi sapi seperti yang kita lihat sekarang ini? Nah, ayo,
berkunjung ke candi Sukuh untuk melihat relief sapi yang sesungguhnya
versi nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu.
Teras II
Masuk
halaman II akan membawa kita ke dunia kerajaan di mana di segala sisi
terdapat penjaga yang sangar muka dan penampilannya. Nah, begitu juga di
candi Sukuh ini, kita akan disambut oleh dua arca penjaga pintu
berwajah mengerikan, selain itu juga terdapat talud yang sekarang sudah
tidak utuh lagi dan beberapa relief yang salah satu diantaranya
merupakan sengkalan berbunyi gajah wiku anahut buntut atau 1378 Saka
atau 1456 Masehi. Pastinya sobat semakin penasaran kan dengan kompleks
candi Sukuh yang megah ini. Emm..kalau belum, lihat-lihat aja dulu
fotonya, siapa tahu rasa ingin tahu kalian tumbuh dan akhirnya ada
ketertarikan untuk berkunjung.
Teras III
Untuk
masuk ke halaman III kita juga harus melewati gapura yang kondisinya
hanya tersisa sebagian, halaman ini juga memiliki talud dan sebagian
besar telah hilang. Sangat disayangkan, ada beberapa benda yang hilang
dari kompleks candi Sukuh ini? Kalau dari hari ke hari kondisi kompleks
candi Sukuh kita abaikan, tidak diragukan lagi kalau suatu saat kompleks
candi ini yang akan hilang। Oleh karena itu, mumpung masih ada waktu,
marilah kita senantiasa menjaga dan merawat warisan budaya kita tercinta
ini. Halaman III merupakan halaman paling suci karena didalamnya
terdapat candi utama. Candi tersebut mengarah ke barat dan berbentuk
seperti piramid terpancung, dan di bagian atas bangunan tersebut
terdapat altar. Di depan candi utama terdapat tiga arca kura-kura,
soubasement yang berisi relief Sudamala dan Garudeya, serta temuan lepas
berupa arca dan relief. Cerita Sudamala dan Garudeya dapat diketahui
sebagai berikut:
Nama
Suddhamala adalah sebutan bagi salah satu tokoh Pandawa yang kelima,
yaitu Sahadewa, yang berarti bersih dari dosa, atau juga dapat berarti
“pelepasan” atau disebut juga ruwat. Menurut cerita, nama Suddhamala
diberikan kepada Sahadewa karena ia telah berhasil membebaskan Dewi
Durga dari kutuk Dewa Siwa. Dewi Durga dikutuk menjadi raksasa oleh Dewa
Siwa karena ia telah berbuat salah kepada suaminya dan harus turun ke
dunia. Ia dapat bebas dari kutukan jika diruwat oleh Sahadewa, anak
Kunti. Durga kemudian menemui Kunti agar Sahadewa meruwatnya. Kunti
menolak, kemudian Durga menyuruh Kalika untuk merasuk ke jasad Kunti
agar Kunti mau menerimanya. Namun, Sahadewa tetap menolak permintaan
Durga. Ia kemudian diikat pada sebatang pohon dan ditakut-takuti.
Akhirnya Sahadewa berhasil meruwat Durga, sebagai hadiah ia dikawinkan
dengan Ni Padapa, anak Pertapa dari Parangalas bernama Tambapetra.
Sedangkan
cerita Garudeya bermula dari pertaruhan antara Winata dan Kadru (para
istri Ksyapa) tentang warna ekor Kuda Uchchaicrawa yang keluar selama
pengadukan lautan susu. Sang Kadru menang taruhan karean ekor Kuda
Uchchaicrawa telah diberi bisa oleh para naga (anak-anak Kadru) sehingga
berubah warna menjadi hitam. Winata yang kalah bertaruh menjadi budak
Kadru, ia dipenjarakan di dunia paling bawah dan dapat terbebas dari
perbudakan jika ia menyerahkan air penghidupan (amerta) kepada para
naga. Garuda mencoba membebaskan ibunya dari perbudakan. Garuda menuju
ke gunung tempat amerta disimpan. Di tempatnya, amera dikelilingi oleh
api yang menyala-nyala. Namun, Garuda dengan tubuh keemasannya yang
bersinar bagai matahari minum air dari sungai-sungai dan memadamkan
apinya. Dewa Indra tahu kemudian mengejarnya. Mereka berkelahi, Indra
kalah vajranya terlempar. Garuda melanjutkan perjalanannya hingga
mencapai tempat tinggal para naga. Dengan kedatangannya membawa amerta,
ibunya dapat dibebaskan dari perbudakan.
Sumber : http://goexperience.gonla.com/2012/09/27/candi-sukuh-tak-lekang-oleh-waktu/
Sumber : http://goexperience.gonla.com/2012/09/27/candi-sukuh-tak-lekang-oleh-waktu/
0 komentar:
Posting Komentar