Para pakar pengembangan diri selalu mengatakan, orang sukses bisa dilihat dari pergaulan dan buku yang dibacanya. Kualitas pergaulan dan buku yang dibaca, berpengaruh pada tingkat kualitas hidup seseorang. Membaca buku yang bermanfaat merupakan jalan menuju sukses. Melalui buku, barbagai pengetahuan bisa diakses melalui kegiatan membaca dan belajar. Persoalannya, seberapa minat orang terhadap kegiatan membaca buku? Ketika menemukan kegagalan, orang lebih suka meratapi nasib ketimbang membaca buku yang memuat pengetahuan membangun kegagalan menjadi sukses.
Tanpa kesadaran terhadap kebutuhan pengetahuan, sulit menumbuhkan minat
baca seseorang. Minat baca adalah aspek psikologis yang merujuk soal
minat, kegemaran dan cinta terhadap buku. Atau ia adalah minat yang
terletak pada rasa ingin tahu dan minat belajar seseorang yang tak kenal
batas. Jadi minat baca merupakan salah satu jembatan dan alternatif
menuju bangsa cerdas, sesuai dengan cita-cita Undang-undang Dasar 1945.
Sejauh manakah atensi masyarakat terhadap buku dengan minat bacanya?
Data sementara menginformasikan, minat baca orang Indonesia masih
teramat rendah. Indikator lemahnya minat baca tersebut dapat dilihat
dari ratio perbandingan penduduk dengan jumlah surat kabar. Berdasarkan
pendataan terakhir, perbandingannya mencapai 1:43. Artinya, satu surat
kabar dibaca 43 orang. Bandingkan dengan Malaysia yang 1:8,1 dan Jepang,
rasionya hanya mencapai 1:1,74. Dengan negara India saja, Indonesia
masih kalah. Di India rationya mencapai 1:38,4.
Lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA
di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang
wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku,
Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7
buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku.
Keprihatinan ini menimbulkan sebuah tanda tanya, minat baca menjadi kebutuhan macam apa di mata masyarakat kita?
Keprihatinan ini menimbulkan sebuah tanda tanya, minat baca menjadi kebutuhan macam apa di mata masyarakat kita?
Fakta yang ditemukan, buku masih dianggap komoditas untuk kaum
terpelajar saja: pelajar dan mahasiswa. Di luar mereka, buku dianggap
kebutuhan orang yang sudah mapan secara kehidupan. Bagi orang
kebanyakan, kegiatan membaca buku masih dianggap kegiatan membuang
waktu. Mereka terus sibuk mencari kebutuhan ekonomi secara rutin. Jika
suatu saat menghadapi kegagalan, orang lebih banyak membuang waktu
meratapi nasib ketimbang membaca buku kiat sukses.
Dimensi Spritual
Kalau kita sepakat buku dan pengetahuan berada pada dimensi spritual, fakta yang kita temukan tersebut merupakan sebuah ironi. Pasalnya, bangsa kita yang masih memiliki dimensi spritual yang pekat, tidak pernah meletakkan kebutuhan materil di atas kebutuhan moril. Pola pikir masyarakat kita, menempatkan kebutuhan moril selaras dengan kebutuhan materil. Dimensi materil dan spritual diletakkan sejajar atau seimbang.
Kalau kita sepakat buku dan pengetahuan berada pada dimensi spritual, fakta yang kita temukan tersebut merupakan sebuah ironi. Pasalnya, bangsa kita yang masih memiliki dimensi spritual yang pekat, tidak pernah meletakkan kebutuhan materil di atas kebutuhan moril. Pola pikir masyarakat kita, menempatkan kebutuhan moril selaras dengan kebutuhan materil. Dimensi materil dan spritual diletakkan sejajar atau seimbang.
Lantas, belum tumbuhnya minat baca masyarakat sebagai kebutuhan
spritual, hanya karena faktor belum terpenuhinya kebutuhan duniawi yang
mengimbas pada belum saatnya mengarah pada kebutuhan estetis sebagai
aspek spritual, sesungguhnya kesalahan persepsi.
Bagaimana menumbuhkan kesadaran yang benar ihwal kebutuhan membaca? Perlu dilakukan pencerahan melalui penyuluhan-penyuluhan melalui program pengembangan perpustakaan. Kita perlu mengembalikan kesadaran masyarakat, bahwa membaca sebenarnya merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan bagaimana orang harus pergi ke rumah ibadah untuk mendengar khotbah atau sama halnya dengan kebutuhan makan, minum dan sebagainya.
Bagaimana menumbuhkan kesadaran yang benar ihwal kebutuhan membaca? Perlu dilakukan pencerahan melalui penyuluhan-penyuluhan melalui program pengembangan perpustakaan. Kita perlu mengembalikan kesadaran masyarakat, bahwa membaca sebenarnya merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan bagaimana orang harus pergi ke rumah ibadah untuk mendengar khotbah atau sama halnya dengan kebutuhan makan, minum dan sebagainya.
Masyarakat memang harus diberi kesadaran, membaca sebenarnya belajar
melalui buku sebagai gudang ilmu. Dari belajar itu akan menambah
kekayaan wawasan berpikir, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya,
yang pada gilirannya akan mengembangkan daya kreatif menyelesaikan
problem kehidupan seperti masalah ekonomi, sosial, budaya dan
sebagainya.
Dengan adanya penjelasan yang intens akan adanya hubungan minat baca dengan penyelesaian persoalan kehidupan, diharapkan minat baca dapat dimotivasi. Dan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah melalui institusi perpustakaan maupun produsen buku untuk lebih jeli dalam mengupayakan buku-buku yang selaras dengan kebutuhan masyarakatnya.
Tidak terlepas dari cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah saatnya dimulai gerakan moral ’sadar minat baca’ di kalangan masyarakat.
SUmber : http://www.kabar-priangan.com/news/detail/8163
Dengan adanya penjelasan yang intens akan adanya hubungan minat baca dengan penyelesaian persoalan kehidupan, diharapkan minat baca dapat dimotivasi. Dan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah melalui institusi perpustakaan maupun produsen buku untuk lebih jeli dalam mengupayakan buku-buku yang selaras dengan kebutuhan masyarakatnya.
Tidak terlepas dari cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah saatnya dimulai gerakan moral ’sadar minat baca’ di kalangan masyarakat.
SUmber : http://www.kabar-priangan.com/news/detail/8163
0 komentar:
Posting Komentar