Respect The Planet Earth

Berkelana ke Negeri Seberang

  • KKL BROMO - BALI
  • KKL Dieng - Cilacap
  • Kabupaten Pangandaran
  • Kabupaten Pangandaran
  • KKL Dieng - Cilacap
  • Observasi Lapangan
  • Geo Track
  • Geo Track
  • KKL Dieng - Cilacap
  • Touring Garut
  • Touring Garut
  • KKL Dieng - Cilacap
  • KKL Dieng - Cilacap
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Lembang - Bandung
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Karangsambung
  • KKL Bromo - Bali
  • KKL Bromo - Bali
  • Wisata Religi Cirebon
  • Wisata Religi Cirebon
  • Studi Obsevasi Wisata Adat & Budaya
  • KKL Dieng - Cilacap
  • Rekreasi - MTs Mathlab
  • Rekreasi - MTs Mathlab
  • MTs Mathlabussa'adah
  • MTs Mathlabussa'adah
  • Bandung
Jumat, 21 Juni 2013

Pembelajaran Bahasa Indonesia adalah Pembelajaran Berpikir

Belajar adalah upaya seseorang dalam memperoleh perubahan tingkah laku dan pengetahuan melalui proses berpikir dan bertindak. Belajar erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu adanya interaksi pendidik dengan peserta didik dan bahan ajar dalam lingkungan pembelajaran. Seseorang dikatakan telah belajar apabila telah menunjukkan perubahan tingkah laku dalam dirinya meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
 
Pembelajaran bahasa Indonesia yang dimotori oleh guru dewasa ini sedikit mengalami kerisauan, hanya diarahkan pada pengembangan kognitif. Maman Suryaman dalam Buku “Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Cerdas dan Kreatif” mengungkapkan, bahwa kecerdasan manusia secara operasional dapat digambarkan ke dalam tiga dimensi, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif. Melalui pengembangan kognitif, kapasitas berpikir manusia harus berkembang. Melalui pengembangan psikomotorik, kecakapan hidup manusia harus tumbuh. Melalui pengembangan afektif, kapasitas sikap manusia harus mulia. Namun, di dalam kenyataannya pelaksanaan pembelajaran lebih diarahkan pada pencerdasan yang bersifat kognitif.
 
Pengembangan kognitif ialah pengembangan yang berdasarkan pengetahuan dan pemahaman siswa dalam menyerap berbagai informasi serta pengetahuan yang telah diterima. Perubahan ini akan tampak apabila siswa mampu mendefinisikan berbagai hal mengenai pengetahuan berdasarkan fakta empiris. Namun, kecerdasan intelektual yang bersifat kognitif ini hanya terbatas pada pengembangan kemampuan menghafal, transfer pengetahuan, dan keterampilan menyelesaikan soal-soal ujian. Pengembangan kognitif yang lainnya masih diabaikan, misalnya dalam hal pengembangan kognitif untuk meningkatkan daya kritis. Sebab bersikap dan berpikir kritis merupakan sebuah kebutuhan dalam menentukan berbagai pilihan informasi yang tepat.
 
Pengembangan afektif ialah pengembangan yang didasarkan pada sikap/perilaku/tingkah laku siswa yang berkenaan dengan perasaan seperti takut, mampu, malas, dan rajin. Perubahan ini begitu penting sebab “sikap” yang berperan dalam aspek ini. Sikap merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan seseorang, sebab orang-orang pintar dan cerdas mampu diciptakan dalam waktu singkat, sedangkan orang-orang yang bersikap/berakhlak mulia tidak mampu diciptakan dalam waktu singkat.
Aspek ketiga yaitu pengembangan psikomotorik, pengembangan yang berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental dan psikologi. Pada pengembangan ini yang paling berperan adalah keaktifan siswa di dalam lingkungan pembelajaran misalnya di dalam kelas, yaitu siswa yang aktif bertanya dan menjawab dalam sebuah diskusi kelas. Siswa tersebut telah menampakkan perubahan psikomotorik dalam dirinya daripada siswa yang pasif. Aktivitas lain yang berkenaan dengan mental siswa, yaitu ketika siswa menerima pelajaran bahasa Indonesia tentang berpidato, siswa bukan hanya diberikan teori apa itu pidato, langkah-langkah berpidato, melainkan harus juga diarahkan untuk mengalami berpidato/berbicara di depan kelas. Arahkan pula bagaimana berani untuk tampil di depan kelas di hadapan teman-temannya. Jangan sampai siswa hanya memahami apa itu pidato dan langkah-langkah menulis pidato saja tetapi belum mampu untuk berpidato terutama mengelola mental di depan kelas.
 
Hal ini sejalan dengan ungkapan Magnessen (dalam Silberman, 1996) bahwa “kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.” Maka, ketika siswa mengalami berpidato daya belajarnya akan mencapai 90% dari yang dibelajarkan oleh guru.
 
Ketiga aspek tersebut akan saling bertautan, seseorang yang hanya cerdas dalam aspek kognitif, afektif, atau psikomotorik saja tidak akan mengalami peristiwa belajar. Peristiwa belajar terjadi apabila ada interaksi stimulus dan respon. Tokoh aliran behavioristik, Edward Lee Thorndike (1874-1949) mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan, atau tindakan.
 
Belajar erat kaitannya dengan berpikir, seseorang yang belajar tentu ia berpikir, namun seseorang yang berpikir belum tentu ia mau belajar. Belajar ialah mengaktifkan beberapa indra kita dalam memahami berbagai hal yang belum kita ketahui, atau upaya untuk memperoleh perubahan dari yang belum tahu menjadi tahu, belum mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak bisa menjadi bisa.
Otak kiri berbahasa,
Otak kanan bersastra

Logika dan imajinasi, dua kata yang paling tepat untuk menunjukkan berbahasa dan bersastra. Kebahasaan seseorang bersumber dari logika berpikirnya, yaitu pemilihan kalimat, diksi, dan ejaan yang akan digunakan. Sedangkan kesastraan seseorang bersumber dari imajinasinya, yaitu pembayangan tokoh-tempat-kronologi peristiwa yang terjadi, pemunculan ide-ide, halusinasi, dan mimpi.
 
Kebahasaan dan kesastraan seseorang tampak dalam sebuah karya, baik karya ilmiah atau karya sastra. Salah satu faktor yang berperan menghasilkan sebuah karya ialah kinerja otak. Jika kita menghasilkan sebuah karya ilmiah berarti kita telah mengelola otak kiri, sedangkan jika menghasilkan sebuah karya sastra maka telah mengelola otak kanan.
 
Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa pakar menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence Quotient (IQ). Sementara otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient (EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi, pentas drama, menari, melukis, dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.
 
Robert Ornstein dalam bukunya “The Right Mind” memaparkan bahwa belahan otak sebelah kanan merupakan kunci untuk memperluas pemikiran manusia, menghidupkan trauma, menyembuhkan autis, dan seterusnya. Ia akan menyelamatkan kita. Ia merupakan kursi kreativitas, jiwa, dan bahkan gagasan-gagasan yang besar.
Perbedaan utama antara otak kiri dan kanan ialah belahan kiri ribuan kata-kata, sedangkan belahan kanan adalah gambar. Belahan otak kiri memperhatikan pada apa yang dikatakan; belahan sebelah kanan memfokuskan pada bagaimana ia dikatakan.
Berbagai aktivitas yang kita lakukan bersumber dari pikiran. Semakin cerdas dan kreatif guru dalam mengajar maka semakin bagus proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan.
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pembelajaran berpikir. Memerlukan daya kognisi, afeksi, dan psikomotor yang memadai yang perlu dikembangkan. Sebab menurut Lina Meilinawati dalam buku “Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Cerdas dan Kreatif” bahwa di sekolah-sekolah di Indonesia belum dikembangkan materi khusus pelajaran berpikir, sementara di negeri Jiran (Malaysia) merupakan mata pelajaran khusus.
Untuk itu, kiranya sangat tepat jika di negeri kita kemampuan berpikir dimasukkan ke dalam pelajaran Bahasa Indonesia, sebab berbahasa berarti berpikir. ***

 

Dikutif dari tulisan Aji Septiaji, S.Pd.
Calon Penerima Beasiswa BPP-DN Ditjen Dikti 2013/2014,
pada Program Magister Ilmu Linguistik Universitas Indonesia.
Pengajar pada matakuliah Keterampilan Menulis
dan Pembelajaran Menulis di Universitas Galuh Ciamis.

Dalam http://www.kabar-priangan.com/news/detail/9271

0 komentar:

Posting Komentar

Wilujeng Sumping

 
;
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Sederhana Ini, Semoga Berkenan dan Ada Manfaatnya, bagi yang mau memasang iklan produknya di blog saya ini silahkan hubungi no HP : 085223419416, Terima Kasih dan Salam Kebahagiaan Dari Saya :)