Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah. Didalamnya, dituntut
pengabdian, dan juga ketekunan. Harus ada pula kesabaran, dan welas asih
dalam menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya, guru bukan hanya
mendidik, tapi juga mengajarkan. Hanya orang-orang tertentu saja yang
mampu menjalankannya.
Menjadi guru juga bukan sesuatu yang gampang. Apalagi, menjadi guru
bagi anak-anak yang mempunyai “keistimewaan”. Dan saya, merasa beruntung
sekali dapat menjadi guru mereka, walau cuma dalam beberapa jam saja.
Ada kenikmatan tersendiri, berada di tengah anak-anak dengan latar
belakang Cerebral Palsy (sindroma gangguan otak belakang).
Suatu ketika, saya diminta untuk mendampingi seorang guru, di sebuah
kelas khusus bagi penyandang cacat. Kelas itu, disebut dengan kelas
persiapan, sebuah kelas yang berada dalam tingkatan awal di YPAC
Jakarta. Lazimnya, anak-anak disana berumur antara 9-12 tahun, tapi
kemampuan mereka setara dengan anak berusia 4-5 tahun, atau kelas 0
kecil.
Saat hadir disana, kelas tampak ramai. Mereka rupanya sedang bermain
susun bentuk dan warna. Ada teriak-teriakan ganjil yang parau, dan
hentakan-hentakan kepala yang konstan dari mereka. Ada pula
tangan-tangan yang kaku, yang sedang menyusun keping-keping diagram.
Disana-sini terserak mainan kayu dan plastik. Riuh. Bangku-bangku khusus
berderak-derak, bergesek dengan kursi roda sebagian anak yang beradu
dengan lantai.
Saya merasa canggung dengan semua itu. Namun, perasaan itu hilang, saat
melihat seorang guru yang tampak begitu telaten menemani anak-anak
disana. “Mari masuk, duduk sini dekat Si Abang, dia makin pinter lho
bikin huruf,” begitu panggilnya kepada saya. Saya berjalan, melewati
anak-anak yang masih sibuk dengan tugas
mereka. Ah benar saja, si Abang, anak berusia 11 tahun yang mengalami
Cerebral Palsy dengan pembesaran kepala itu, tampak tersenyum kepada
saya. Badannya melonjak-lonjak, tangannya memanggil-manggil seakan ingin
pamer dengan kepandaiannya menyusun huruf.
Subhanallah, si Abang kembali melonjak-lonjak. Saya kaget. Saya
tersenyum. Dia tergelak tertawa. Tak lama, kami pun mulai akrab. Dia tak
malu lagi dibantu menyusun angka dan huruf. Susun-tempel-susun-tempel,
begitu yang kami lakukan. Ah, saya mulai menikmati pekerjaan ini. Dia
pun kini tampak bergayut di tangan
saya. Tanpa terasa, saya mengelus kepalanya dan mendekatkannya ke dada. Terasa damai dan hangat.
Sementara di sudut lain, sang Ibu guru tetap sabar sekali menemani
semua anak disana. Dituntunnya tangan anak-anak itu untuk meniti
susunan-susunan gambar. Dibimbingnya setiap jemari dengan tekun, sambil
sesekali mengajak mereka tersenyum. Tangannya tak henti mengusap lembut
ujung-ujung jemari lemah itu. Namun, tak pernah ada keluh, dan marah
yang saya dengar.
Waktu berjalan begitu cepat. Dan kini, waktunya untuk pulang. Setelah
membereskan beberapa permainan, anak-anak pun bersiap di bangku
masing-masing. Dduh, damai sekali melihat anak-anak itu bersiap dengan
posisi serapih-rapihnya. Tangan yang bersedekap diatas meja, dan tatapan
polos kearah depan, saya yakin, membuat setiap orang tersenyum. Ibu
guru pun mulai memimpin doa, memimpin setiap anak untuk mengatupkan mata
dan memanjatkan harap kepada Tuhan.
Damai. Damai sekali mata-mata yang mengatup itu. Teduh. Teduh sekali
melihat mata mereka semua terpejam. Empat jam sudah saya bersama
“malaikat-malaikat” kecil itu. Lelah dan penat yang saya rasakan, tampak
tak berarti dibanding dengan pengalaman batin yang saya alami. Kini,
mereka bergerak, berbaris menuju pintu keluar. Tampak satu persatu kursi
roda bergerak menuju ke arah saya. Ddduh, ada apa ini?
Lagi-lagi saya terharu. Setibanya di depan saya, mereka semua terdiam,
mengisyaratkan untuk mencium tangan. Ya, mereka mencium tangan saya,
sambil berkata, “Selamat siang Pak Guru..” Ah, perkataan yang tulus yang
membuat saya melambung. Pak guru…Pak Guru, begitu ucap mereka satu
persatu. Kursi roda mereka berderak-derak setiap kali mereka mengayuhnya
menuju ke arah saya. Derak-derak itu kembali membuat saya terharu,
membayangkan usaha mereka untuk sekedar mencium tangan saya.
Anak yang terakhir telah mencium tangan saya. Kini, tatapan saya
bergerak ke samping, ke arah punggung anak-anak yang berjalan ke pintu
keluar. Dalam diam saya berucap, “..selamat jalan anak-anak, selamat
jalan malaikat-malaikat kecilku…” Saya membiarkan airmata yang menetes
di sela-sela kelopak. Saya biarkan bulir itu jatuh, untuk melukiskan
perasaan haru dan bangga saya. Bangga kepada perjuangan mereka, dan juga
haru pada semangat yang mereka punya.
***
Teman, menjadi guru bukan pekerjaan mentereng. Menjadi guru juga bukan
pekerjaan yang gemerlap. Tak ada kerlap-kerlip lampu sorot yang
memancar, juga pendar-pendar cahaya setiap kali guru-guru itu sedang
membaktikan diri. Sebab mereka memang bukan para pesohor, bukan pula
bintang panggung.
Namun, ada sesuatu yang mulia disana. Pada guru lah ada kerlap-kerlip
cahaya kebajikan dalam setiap nilai yang mereka ajarkan. Lewat guru lah
memancar pendar-pendar sinar keikhlasan dan ketulusan pada kerja yang
mereka lakukan. Merekalah sumber cahaya-cahaya itu, yang menyinari
setiap hati anak-anak didik mereka.
Dari gurulah kita belajar mengeja kata dan kalimat. Pada gurulah kita
belajar lamat-lamat bahasa dunia. Lewat guru, kita belajar budi pekerti,
belajar mengasah hati, dan menyelami nurani. Lewat guru pula kita
mengerti tentang banyak hal-hal yang tak kita pahami sebelumnya. Tak
berlebihankah jika kita menyebutnya sebagai pekerjaan yang mulia?
Teman, jika ingin merasakan pengalaman batin yang berbeda, cobalah
menjadi guru. Rasakan kenikmatan saat setiap anak-anak itu memanggil
Anda dengan sebutan itu, dan biarkan mata penuh perhatian itu memenuhi
hati Anda. Ada sesuatu yang berbeda disana. Cobalah. Rasakan.
Sumber : http://kisah-motivasi.com/blog/2013/07/cerita-seorang-guru?fb_action_ids=10200287780316489&fb_action_types=og.likes&fb_ref=.Urkzv_YNPFo.like&fb_source=other_multiline&action_object_map=[628881967144739]&action_type_map=[%22og.likes%22]&action_ref_map=[%22.Urkzv_YNPFo.like%22]#.Urk3zs6cc92
Sumber : http://kisah-motivasi.com/blog/2013/07/cerita-seorang-guru?fb_action_ids=10200287780316489&fb_action_types=og.likes&fb_ref=.Urkzv_YNPFo.like&fb_source=other_multiline&action_object_map=[628881967144739]&action_type_map=[%22og.likes%22]&action_ref_map=[%22.Urkzv_YNPFo.like%22]#.Urk3zs6cc92
0 komentar:
Posting Komentar