Sebagai seorang Indonesia, sangat perlu kiranya bagi kita untuk
mengetahui sejarah tentang negara tercinta, termasuk asal usul dan makna
dari nama negara kita sendiri. Baiklah simaklah baik-baik ulasan mengenai Indonesia di bawah ini, luangkanlah waktu sekiranya 5 menit untuk membaca. Terima kasih.
Sebelum memiliki nama seperti sekarang
ini,terutama pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka
sebutan nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air
dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa
India menyebut kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang),
nama ini diturunkan dari kata Sansekerta dwipa(pulau) dan antara (luar,
seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian
terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai
ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di
Kepulauan Dwipantara.
Lain halnya dengan bangsa arab. Bangsa Arab menyebut tanah air
kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang
dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih
sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar
Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra),
Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia
hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah
yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah
“Hindia“. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan
daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air
memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).
Pada masa penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan
Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama
samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk
menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga
“Kepulauan Hindia” ( Bahasa Latin insula berarti pulau). Namun, nama Insulinde ini kurang populer.
Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA),
yang dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), beliau
merupakan seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas
Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa
Inggris, George Samuel Windsor Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri
sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi
penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas
(a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan
sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua
pilihan nama : Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
“… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians“.
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu)
daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat
untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (
Srilanka ) dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu
dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang
menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago.
Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi
kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu
panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang
Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik.
Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:
“Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects
it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term
Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or
the Indian Archipelago“.
Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari
bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu
Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam
tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini
menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826 – 1905 ) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak
lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah
air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan
istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul
anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang
tidak benar itu, antara lain tercantum dalamEncyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.
Bagi penduduk pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia”
adalah Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat). Kala itu, ketika
dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers
dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti
indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan
dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang
Indonesia).
Nama Indonesia sebagai Identitas Politik
Pada tahun 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah
dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan
kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki
makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan
kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada
terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa
Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi
pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun
1908 dengan nama Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische
Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Proklamator Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,:
“Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat)
mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab
dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama
Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena
melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan
untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha
dengan segala tenaga dan kemampuannya.”
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie
Club pada tahun 1924). Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk
kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga
organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”.
Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan
bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928,
yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat;
parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo
dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia
Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama
“Nederlandsch-Indie”. Tetapi Belanda menolak mosi ini.
Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942,
lenyaplah nama “Hindia Belanda”. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945,
lahirlah Republik Indonesia.
Mudah-mudahan paparan asal usul nama Indonesia itu dapat memperdalam
kecintaan kita terhadap tanah air dan bangsa Indonesia. serta
memperdalam rasa nasionalisme sebagai bangsa yang besar
[Sumber: tengkoraksakti.blogspot.com & http://indonesia-channel.com/2013/11/09/asal-usul-nama-indonesia/]
0 komentar:
Posting Komentar